TERITORIAL24.COM, MEDAN — Anggota Komisi III DPRD Kota Medan, Godfried Efendi Lubis, punya cara khas menggambarkan masalah izin restoran di kota ini.
Katanya, izin beberapa restoran besar di Medan itu seperti “bersembunyi di lapangan terbuka”. Artinya: semua orang bisa lihat, tapi pura-pura tak tahu.
Ungkapan itu disampaikan Godfried dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPRD Medan, Selasa (28/10/2025), yang dihadiri perwakilan dari empat restoran ternama — Lembur Kuring, Kembang, Kalasan, dan Srikandi — bersama Dinas PMPTSP, Bapenda, dan Dinas Pariwisata Kota Medan. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi III, Salomo TR Pardede, dengan hadir pula anggota David Roni Ganda Sinaga, Agus Setiawan, dan Sri Rezeki.
Menurut Godfried, izin yang dimiliki restoran-restoran itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Ia menilai, data izin yang tercatat “tidak masuk akal” bila dibandingkan dengan jumlah kursi yang tersedia.
“Dalam izin disebutkan kapasitasnya hanya 100 sampai 150 kursi, tapi di lapangan jumlah kursinya lebih dari 200. Jadi jelas tidak sesuai. Kalau sudah sebanyak itu, kategorinya harusnya berisiko tinggi,” ujarnya.
Perbedaan kategori ini, kata Godfried, bukan sekadar soal administrasi, tapi berdampak langsung pada setoran pajak ke Pemerintah Kota Medan. Dengan kata lain, kesalahan izin bisa bikin pendapatan daerah ikut diet.
Dari laporan Bapenda, omzet Restoran Lembur Kuring disebut mencapai Rp1,4 hingga Rp1,6 miliar per bulan, dengan setoran pajak sekitar Rp140 juta, PBB Rp44 juta, dan parkir Rp600 ribu.
“Kalau pajaknya segitu, berarti penghasilan per harinya cuma Rp45 juta. Rasanya tidak mungkin, apalagi kalau hari Sabtu-Minggu. Ini harus diverifikasi dan diterbitkan SKPKB,” tegas Godfried.
Sementara itu, Sekretaris Komisi III, David Roni Ganda Sinaga, tampak kesal dengan kinerja sejumlah OPD Pemkot Medan. Ia menilai lemahnya pengawasan membuat pelanggaran izin seperti ini terus berulang.
“Restoran sudah lama beroperasi, tapi tidak pernah dicek. Kalau pemerintah diam saja, ya sama saja seperti tidak ada,” katanya, menambahkan sindiran halus: “Jangan sampai kesannya makan gaji buta.”












