TERITORIAL24.COM, MEDAN – Kabar baik buat warga Medan yang udah bosan main perahu di jalanan setiap musim hujan: World Bank ternyata udah menyiapkan anggaran Rp 6 triliun buat mengatasi banjir di kota ini. Tapi kabar kurang baiknya, dana itu cuma bisa dipakai sampai Januari 2027.
Anggota Komisi IV DPRD Medan Lailatul Badri langsung mengingatkan Pemko Medan supaya nggak kebanyakan rapat dan segera bergerak cepat. Soalnya, menurutnya, kalau birokrasi kelamaan, uang sebesar itu bisa aja menguap tanpa hasil yang jelas.
“Apa yang jadi kendala saat ini? Sampaikan di sini biar kita bantu, supaya penanganan banjir bisa segera dilakukan,” kata Lailatul Badri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas PKPCKTR dan SDABMBK Medan, Senin (27/10/2025).
Politisi PKB yang akrab disapa Lela itu menyebut, masalah utama terletak di pembebasan lahan. Karena itu, ia menekankan agar Pemko Medan dan satgas terkait segera menuntaskan proses itu supaya dana World Bank bisa langsung dipakai buat proyek fisik.
“Kasihan masyarakat kita yang terus kena dampak banjir. Sudah triliunan rupiah dikeluarkan, tapi banjir belum juga tuntas,” ujarnya. “Dengan anggaran sebesar ini, seharusnya pengerjaan bisa direalisasikan tahun depan.”
Sementara itu, Sekretaris Dinas SDABMBK Medan, Willy Irawan, menjelaskan bahwa dari total bantuan Rp 6 triliun itu, Rp 163 miliar dialokasikan khusus untuk pengerjaan Sungai Badera. Sayangnya, baru Rp 30 miliar yang bisa digunakan karena lahan belum beres.
“Kalau pembebasan lahan bisa cepat selesai, anggaran World Bank bisa langsung dipakai untuk pengerjaan fisik. Targetnya selesai sebelum Januari 2027,” kata Willy.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IV DPRD Medan, M. Afri Rizki Lubis, itu juga dihadiri sejumlah anggota dewan seperti Datuk Iskandar Muda, Zulham Effendi, Jusuf Ginting, dan Edwin Sugesti Nasution.
Dengan dana jumbo dari lembaga keuangan dunia ini, warga tentu berharap Medan bisa berubah dari “kota genangan” jadi kota yang bebas banjir.
Tapi seperti biasa, yang paling menegangkan bukan banjirnya, melainkan balapan antara air hujan dan kecepatan birokrasi. Siapa yang duluan datang, itu yang menang.(Anggi)












