TERITORIAL24.COM, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM-Intelijen), Prof. Reda Manthovani, menyelenggarakan sosialisasi mengenai Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Penertiban Kawasan Hutan, Jumat (10/1/2025).
Kegiatan ini dilakukan secara virtual melalui Zoom Meeting dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengenaan sanksi administratif. Serta mempercepat penyelesaian masalah tata kelola lahan dan kegiatan yang ada di dalam kawasan hutan, seperti pertambangan dan perkebunan.
Dalam sosialisasi tersebut, JAM-Intelijen menjelaskan perubahan penting yang terjadi setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015.
Sebelum putusan ini, persyaratan administratif seperti Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tidak harus dipenuhi secara kumulatif.
Namun, setelah putusan tersebut, kedua persyaratan ini harus dipenuhi secara bersamaan.
Selanjutnya, penyesuaian dalam regulasi terkait dilakukan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya pada Pasal 42 Ayat (1) yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut dan menguasai kembali lahan yang tidak memenuhi standar legalitas, termasuk lahan perkebunan sawit.
Sosialisasi juga mencakup penjelasan mengenai bentuk-bentuk penertiban kawasan hutan, yang terdiri dari penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, serta pemulihan aset di kawasan hutan. Penertiban ini dibagi berdasarkan klaster kawasan hutan, yaitu Kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi. Perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan perizinan akan dikenakan denda dan dapat diproses lebih lanjut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
JAM-Intelijen mengimbau seluruh personel intelijen daerah untuk mempelajari dengan cermat materi yang disampaikan dalam sosialisasi ini.
Mereka diharapkan dapat memahami klasterisasi objek dan memberikan saran tindak sesuai dengan jenis sanksi yang relevan.
“Saya berharap saudara sekalian dapat memahami dengan baik materi yang telah dipaparkan agar dapat melaksanakan tugas verifikasi data dan memberikan saran yang tepat terkait sanksi yang harus diterapkan,” ujar Prof. Reda Manthovani.(Anggi)