TERITORIAL24.COM, TANJUNGBALAI – Satu lagi nyawa melayang akibat dugaan kelalaian Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tanjungbalai.
Seorang anak meninggal dunia karena difteri, tetapi alih-alih bertanggung jawab, pihak Dinkes justru berdalih bahwa keterlambatan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah permintaan dari Dinkes Provinsi Sumatera Utara.
Sementara itu, keluarga korban bukan hanya harus berduka, tetapi juga menanggung stigma sosial akibat penanganan yang dinilai tidak manusiawi.
Yuli Andriani, ibu korban, menangis histeris saat putri tercintanya pergi untuk selamanya. Namun, duka mendalamnya diperparah oleh sikap masyarakat yang menjauh setelah petugas kesehatan datang mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
Kehadiran mereka justru semakin membuat keluarga korban terpojok. “Kami bukan wabah berjalan! Kenapa mereka memperlakukan kami seolah kami ini pembawa bencana?” isaknya penuh kepedihan.
Dinkes Tanjungbalai akhirnya mengakui bahwa mereka mengusulkan status KLB, tetapi hanya karena diperintahkan oleh Dinkes Provinsi.
Kepala Dinkes Tanjungbalai, dr. Nurhidayah Aritonang, berusaha menghindari tanggung jawab dengan mengatakan, “Ada kemarin diusulkan (KLB) ke provinsi karena itu permintaan provinsi.
Ternyata setelah diproses Kemenkes, seharusnya kepala daerah yang menetapkan.” Pernyataan ini seakan menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan inisiatif apapun sebelum keadaan semakin memburuk.
Yang lebih ironis, tindakan ini baru diambil setelah korban meninggal dunia. Dari 17 orang yang diperiksa swab setelah melayat, dua di antaranya dinyatakan positif.
Namun hingga kini, pihak keluarga masih belum mendapatkan kepastian penyebab kematian sang anak, bahkan setelah mereka berobat ke Malaysia.
“Kami belum mendapatkan hasil uji lab dari pihak keluarga,” kata Nurhidayah, seakan melempar tanggung jawab kepada keluarga korban.
Keluarga korban kini harus menanggung beban lebih dari sekadar kehilangan. Efri Zuandi, ayah korban, mengaku kecewa dan terpukul atas perlakuan petugas kesehatan yang dinilai tidak memiliki empati.