TERITORIAL24.COM, SERDANG BEDAGAI – Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai tengah menghadapi krisis anggaran yang serius dengan defisit sebesar Rp 53 miliar.
Situasi ini semakin memperburuk kondisi daerah setelah belum terealisasinya pembayaran sertifikasi, Kespek, serta bagi hasil pajak dan retribusi daerah untuk Tahun Anggaran 2024.
Kondisi ini mendapat sorotan tajam dari Pemerhati Peduli Serdang Bedagai, sebuah komunitas yang aktif mengawal transparansi kebijakan daerah.
Mereka mempertanyakan bagaimana defisit sebesar ini bisa terjadi dan menuntut adanya audit menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Birokrasi Gagal, Rakyat yang Dirugikan
Permasalahan defisit ini semakin pelik dengan adanya pernyataan kontradiktif antara Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).
Ketidaksepahaman ini menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat dan semakin mengikis kepercayaan terhadap pemerintah daerah.
Hen SH, Deklarator Pemerhati Peduli Serdang Bedagai, menilai bahwa defisit yang terjadi adalah bukti nyata buruknya tata kelola keuangan di Kabupaten Serdang Bedagai.
“Jika defisit ini benar terjadi, maka kita sedang menghadapi krisis keuangan yang tidak bisa dianggap sepele. Apakah ini murni kesalahan administrasi, atau ada kebocoran dana? Pemerintah harus transparan kepada masyarakat,” tegas Hen SH, Minggu (9/2/2025).
Krisis ini tidak hanya berdampak di tingkat kabupaten, tetapi juga merembet ke desa-desa.
Banyak program yang didanai APBD, P-APBD, Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Alokasi Umum (DAU) belum terealisasi hingga awal tahun 2025.
Akibatnya, banyak proyek pembangunan terhenti, dan operasional pemerintahan terganggu.
Selain itu, keterlambatan pencairan anggaran juga berdampak langsung pada Aparatur Sipil Negara (ASN), yang hingga kini belum menerima pembayaran sertifikasi dan Kespek mereka.
Pemerintah desa pun mengalami kesulitan dalam menjalankan program karena minimnya dana operasional.
Audit Menyeluruh, Bukan Sekadar Janji